Kamis, 28 Juni 2012

Raup Laba dari Gerabah Etnik


Add caption
Indonesia nan kaya ragam budaya sudah sejak dulu menjadi perhatian para pecinta seni di dunia. Produk kesenian dari berbagai daerah yang bermacam-macam bentuknya kerap jadi incaran wisatawan lokal maupun mancanegara.
Tak heran jika produk kesenian khas di beberapa daerah menjadi tumpuan mata pencarian masyarakatnya. Di Desa Banyumulek, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), misalnya, kerajinan gerabah bermotif etnik menjadi andalan para penduduknya. Bahkan, desa ini menjadi pusat industri kerajinan gerabah terkenal di Pulau Lombok dan sekitarnya.


Gerabah asal daerah ini tidak hanya dikenal di dalam negeri namun juga telah berhasil menembus pasar Asia hingga Amerika dan Eropa. Berkembangnya desa yang berlokasi sekitar 14 kilometer (km) di bagian selatan Kota Mataram, NTB, sebagai sentra industri gerabah lantaran warganya sejak 1980-an sudah mulai mengembangkan kerajinan berbahan baku 
tanah liat atau lempung.

Tingginya minat para wisatawan terhadap kerajinan gerabah lokal pun dimanfaatkan dengan baik oleh penduduk setempat. Sambil melestarikan seni budaya, mereka kini mampu memperoleh keuntungan tak sedikit dari hasil memproduksi kerajinan tersebut. Salah satu perajin gerabah yang hingga saat ini masih melestarikan tata cara pembuatan dari leluhurnya adalah Haji Anwar.

Bermula dari ketertarikannya terhadap kerajinan gerabah dan minat yang besar wisatawan terhadap produk ini, dia memutuskan untuk meninggalkan usaha lamanya sebagai petani dan beralih sepenuhnya menjadi perajin gerabah. Menurut Anwar, saat ini sudah banyak wisatawan yang berkunjung ke Lombok tak hanya untuk menikmati keindahan alam,namun juga untuk mencari gerabah guna dijadikan cenderamata untuk dibawa ke daerah ataupun negara asalnya.

Kerajinan gerabah bahkan dijadikan salah satu daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Lombok. Bahkan, Desa Banyumulek pada akhirnya ditetapkan sebagai salah satu desa wisata andalan yang menyediakan cenderamata khas Pulau Lombok. “Banyak wisatawan yang saat itu mencari gerabah, sehingga saya mencoba untuk terjun ke usaha ini (gerabah),” kata pria berusia 60 tahunan ini.


Sebelum terjun di usaha kerajinan gerabah, Anwar dulunya adalah seorang buruh tani di daerahnya. Selain buruh tani, pria ramah ini juga sempat terjun di usaha jual-beli sapi. Namun, kejelian membaca peluang yang ada mendorongnya untuk mencoba usaha gerabah yang saat itu masih baru. Meski tidak memiliki dasar keterampilan membuat kerajinan gerabah, Anwar tetap semangat belajar secara autodidak dengan memperhatikan para perajin ketika menciptakan gerabah.

Setelah merasa yakin akan kemampuannya untuk membuat produk serupa, suami Hajah Roheini ini pada 1986-1987 akhirnya beralih ke bisnis seni kerajinan gerabah. Anwar bercerita, modal awal membangun usaha baru ini sekitar Rp600.000. Dana tersebut digunakan untuk membeli alat dan bahan baku. Sementara, dia bersama istri kemudian membuka gerai produk seni di rumahnya yang berlokasi di Desa Banyumulek. Dia menuturkan, saat mengawali usaha ia cukup kesulitan karena baru merintis di bidang yang sama sekali baru.

Untuk bahan baku, Haji Anwar harus membawa 
tanah liat dari pegunungan yang ada di sekitar daerahnya dengan menggunakan gerobak lantaran waktu itu belum ada kendaraan. tanah liat di daerah Banyumulek dikenal memiliki kualitas terbaik di Pulau Lombok karena memiliki kandungan pasir kuasa yang tinggi dan kaolin yang bagus.

Kelebihan lain adalah adanya sertifikat yang menyatakan bahwa 
tanah liat di sana tidak beracun sehingga gerabah aman digunakan untuk menyajikan makanan atau minuman. Hal-hal tersebut membuat hasil seni kerajinan gerabah dari daerah ini memiliki keunggulan tersendiri.tanah liat atau lempung yang diperoleh haji Anwar diolah dalam berbagai bentuk maupun corak.

Haji Anwar menjelaskan, awalnya dia membuat produk kerajinan gerabah yang mudah, kemudian berkembang menjadi produk yang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi. Gerabah yang dia buat di antaranya selao (gentong), dumang (anglo), kekete/- sigon (wajan), kemek (periuk), ceret, guci, dan tong sampah. Selain produk fungsional, Haji Anwar menghasilkan kerajinan dekorasi ruangan, seperti asbak, vas bunga, mangkuk, lampu tembok, maupun hiasan dinding.

Ada juga gerabah yang dihias dengana nyaman dari sejenis kayu rotan. Anyaman tersebut disebut Ketak Lombok. Harga kerajinan gerabah yang dibuat Haji Anwar bervariasi, disesuaikan dengan model gerabah dan tingkat kesulitan,mulai dari Rp20.000 hingga ratusan ribu. Misalnya, harga vas bunga yang berkisar Rp20.000 hingga Rp50.000. Kerajinan seni gerabah yang diproduksinya, selain dijual persatuan bagi wisatawan yang datang, juga dijual dalam partai besar disesuaikan dengan pesanan.

Jika pesanan banyak, Haji Anwar merekrut warga sekitar untuk membantunya. “Kami berdayakan warga untuk membuat gerabah kalau pesanan banyak,” jelas dia. Awalnya sebagian besar kerajinan gerabahnya untuk memenuhi pesanan dari pengusaha Senggigi. Dan, sekarang berkembang hingga dikirim ke luar Lombok, seperti ke Bali, Jakarta, Banten, Tangerang, dan Surabaya. Bahkan, produk kerajinannya juga pernah dipesan dalam partai besar ke Negeri Sakura.

Dalam partai besar, biasanya pemesan memberikan uang muka sebagai modal untuk pengerjaan gerabah. Penghasilan tertinggi yang sempat diperolehnya dari usaha kerajinan khas Lombok ini mencapai Rp50 juta per bulan. Sementara jika sepi, dia hanya bisa mengantongi rupiah antara Rp1–2 juta per bulan. (*/Koran Sindo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar