Selasa, 26 Juni 2012

Kerajinan Tas Enceng Gondok Membuka Lapangan Pekerjaan Bagi Warga


Indah Wasti telah 19 tahun menekuni usaha kerajinan tradisional berupa tas anyaman dengan memanfaatkan pandan, pelepah pisang, dan enceng gondok, bertempat di Lamongan, Jawa Timur.
Pengalaman dan perjuangan Indah dengan bisnis rumahan telah dimulainya sejak masih remaja, kini dapat dijadikan panutan bahkan memberikan lapangan kerja bagi ibu-ibu yang turut mensejahterakan warga sekitarnya.
Sejak duduk di bangku SMEA, Indah telah belajar berbisnis usaha kerajinan tas yang dikembangkannya bersama adik-adiknya. Kemudian setelah lulus, Indah menikah dan menekuni usahanya bersama suami secara lebih serius.
Usaha ini dianggap Indah lebih mudah, karena bahan bakunya yang berlimpah. Bagi warga Lamongan, enceng gondok dianggap limbah yang tidak bernilai. Maka mulailah Indah dan suaminya mengembangkan kreativitasnya dengan mengambil enceng gondok dari rawa, kemudian dibersihkan, lalu dijemur sekitar satu minggu. Kemudian dianyam dan dibuat tas “cantik”. Indah berkata, “ Kami terus mencoba membuat
tas-tas perempuan yang sedang berkembang di pasaran.”
Bagi Indah, dalam usaha dengan bahan enceng gondok yang ditekuni Indah selama delapan tahun, tak akan pernah ditinggalkannya karena memiliki prospek yang cukup bagus. Ia pun semakin pandai mencermati gejolak dan selera pasar. “ Yang paling bertahan adalah enceng gondok. Jika pelepah pisang tak bertahan lama lantaran berjamur,” tutur Indah yang meninggalkan pelepah pisang dan pandan, lalu beralih ke enceng gondok. Ia menambahkan, “Pasar rupanya lagi belum bosan sama enceng gondok.”
Setelah usaha ini mulai dikenal orang, tenaga kerja dari keluarga besarnya, tidak lagi memadai. Kemudian Indah berembug dengan suaminya untuk mengembangkan pola sentra, dengan mengajak ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya untuk usaha tambahan mengayam enceng gondok. ”Satu orang biasanya mendapat tambahan sekitar 300-500 ribu per bulannya,” papar Indah, ibu dari dua anak.
Indah yang baru bergabung dengan JARPUK Lamongan, tidak ngoyo dalam mengelola bisnis rumah tangganya. Baginya, asalkan dapat membantu tetangga dengan memberi pekerjaan sambilan, Indah merasa senang. Sebab, aktivitas pekerjaan dilakukan setelah semua rutinitas rumah tangga diselesaikan. Lagipula, Indah mengatakan, aktivitas perempuan tidak melulu di dapur.
Indah seringkali kelimpungan apabila di desa sedang musim hajatan. Ibu-ibu, pekerjanya, tidak dapat diberikan target, sehingga dia memilih untuk membantu tetangga yang mempunyai hajat sebagai bentuk solidaritas sesama warga. “Saya harus menyetok barang,” tutur Indah menjelaskan trik untuk mengatasi hal tersebut, juga masalah di musim hujan.
Perjuangan Indah Menghadapi “Jatuh bangun” Usaha Kerajinan Tas
Kini, dalam mengelola usaha dengan manajemen kekeluargaan dan sederhana ini, Indah yang memegang peranan. Bahkan Indah yang cukup dikenal di daerahnya, tidak mengalami kesulitan ketika harus menambah modal. Ia pernah dibantu oleh beberapa BUMN, bahkan pernah mendapat bantuan dari Taufik Kemas sebesar 10 juta rupiah. “Saya ini kader PDI-P untuk pemberdayaan perempuan,” kata Indah yang juga meniti karier politik di partai.
Indah bercerita, banyak kisah jatuh bangunnya sebelum usahanya semaju saat ini. Bahkan ia sampai bangkrut dan tidak mempunyai apa-apa. Kendala ini tidak membuat Indah patah semangat, suaminya pun terus membuat desain menarik sesuai tuntutan pasar. Beberapa langganan dari Bali, Jakarta, dan Yogyakarta masih terus menunggu karya mereka.
Pada suatu ketika, ia mendatangi seniman kondang di Kota Gudeg untuk menitipkan desainnya, siapa tahu ada pembeli yang berminat. Tak diduga, ia malah ditantang untuk membuat 1000 tas dalam waktu tiga bulan.
Tawaran yang menarik ini sekaligus menjadi tantangan, yang saat itu belum dapat dipecahkan. Akhirnya ditempuhlah jalan damai, meskipun belum sanggup, namun terus memproduksi dan berapa pun jumlah yang dihasilkan, akan dikirim ke Yogyakarta, untuk diekspor ke Jepang. “Kami dapat tambahan modal dari order ini dan ingin lebih maju,” kata Indah.
Keterbatasan dalam memproduksi tasnya, terlebih ketika adik-adiknya sudah mentas dan menamatkan kuliahnya, sehingga praktis tenaga kerja berkurang. Kini yang menjadi andalan adalah para ibu, mitra binaannya. Dengan dibantu sekitar 50 orang ibu-ibu, dapat dihasilkan sebanyak 2500 tas. “Itu pun kami sudah maksimal dan memang kemampuannya baru segitu,” katanya.
Untuk sementara ini, Indah melayani pesanan tetap sebanyak 750 tas berbagai model yang dikirim ke langganannya di Denpasar. Kemudian, sekitar 750 tas juga diekspor ke Malaysia, barulah sisanya dilempar ke pasar lokal. Rutinitas ini sudah dikerjakannya selama beberapa tahun.
Kini Indah dan suaminya sangat memperhatikan manajemen agar tidak lagi bangkrut. Indah mengakui, permintaan pasar yang datang dari dalam dan luar negeri, terus memenuhi daftar orderannya.
Namun, ia yang hanya dibantu enam orang tenaga kerjanya, masih belum mampu memenuhinya. “Terus terang produksi kami belum mampu. Karena semua dikerjakan secara tradisional,” tutur Indah.
Kendati demikian, Indah memperoleh omzet sekitar 10 juta rupiah, setiap bulannya. Indah merasa cukup, karena yang terpenting baginya, anak-anak tidak kesulitan biaya dan ibu-ibu dapat penghasilan tambahan.//end


1 komentar: