Selasa, 26 Juni 2012

MODAL KECIL BAN BEKAS NAIK KELAS


Limbah ban kendaraan roda dua maupun roda empat oleh sebagian orang dianggap sebagai barang tak berharga. Biasanya dibuang begitu saja sehingga mencemari lingkungan karena tidak mudah terurai.  Tetapi, di tangan warga Desa Kabunan, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, ban-ban bekas itu disulap menjadi
aneka barang bernilai tinggi, seperti meja, kursi, tempat sampah, sandal, dan lainnya.

Ya, di desa itu sebanyak 50 warga menggeluti usaha kerajinan ban bekas. Mereka membuka usaha itu di depan rumahnya.  Perajin ban bekas, Wahud (60) mengatakan, ban bekas yang menjadi tumpuan dalam kerajinan ini diperoleh dari pengepul di Jakarta. Selain itu, dari bengkel dan tambal ban di sekitar Tegal.  Ban bekas sepeda motor dibelinya dengan harga Rp 6 ribu/ buah. Sedangkan ban bekas mobil dibeli seharga Rp 30 ribu/ buah.  Ia setiap bulannya rata-rata membeli ban bekas berbagai ukuran sebanyak 500 buah.
”Produksi per hari mencapai 20 ban bekas. Setiap pekerja mampu mengolah ban bekas sekitar 10 buah/ hari,” kata Wahud yang mempekerjakan satu orang itu. Ban bekas itu disulap menjadi tempat sampah seharga  Rp 25 ribu,  vas bunga seharga Rp 10 ribu dan Rp 15 ribu, seperangkat kursi dan meja Rp 400 ribu, sandal  Rp 10 ribu dan nampan Rp 10 ribu.  ”Hasil kerajinan itu dijual ke Brebes, Pemalang, Pekalongan dan Tegal. Pesanan  terbanyak dari instansi pemerintah dan sekolah,” katanya. 

Wahud mengatakan, persaingan usaha kerajinan ban bekas cukup tinggi. Sebab, tidak ada inovasi sehingga usaha itu jalan di tempat. Sedangkan kerajinan dari daerah lain, seperti Cirebon lebih menarik dan inovatif.  Perajin lainnya, Saefulloh (31) mengatakan, ban bekas yang digunakan untuk membuat onderdil kendaraan diperoleh dari Jakarta dan Semarang. Ban ini berukuran besar yang bisa digunakan untuk truk dan alat berat lainnya. Harganya antara Rp 30 ribu dan Rp 250 ribu/ buah.

”Dalam dua bulan saya harus membeli ban bekas sekitar 50 buah. Jumlah itu bisa menghasilkan sedikitnya 500 buah onderdil mobil,” katanya. 

Ganjal Sok Beker
Perajin memanfaatkan ban berukuran besar itu untuk membuat ganjal sok beker, ganjal body mobil, dan perlengkapan lainnya. Hasil produksi itu dipasarkan ke Purbalingga, Kudus, Kendal, Purwokerto, Semarang, dan Jakarta. Kerajinan tersebut baru berkembang dua tahun ini.

”Awalnya ada perajin yang bekerja di Banjarnegara. Setelah mahir membuat ganjal itu membuka usaha di Kabunan. Warga lainnya ikut mengembangkan.” 

Saefulloh mengeluhkan hingga kini belum ada paguyuban perajin ban bekas di desanya. Hal itu membuat usaha itu belum bisa berkambang pesat. Kepala Desa Kabunan, Slamet Riyanto mengatakan, pembentukan paguyuban perajin ban bekas sulit direalisasikan. Sebab perajin tidak memiliki niatan mengembangkan potensi tersebut. 

Padahal jumlah perajin di desa itu mencapai 50 orang, sedangkan total warga Kabunan mencapai 5.800 orang. Dengan jumlah perajin tersebut nilai produksi mencapai Rp 200 juta per tahun. ”Kami sudah pernah mencoba untuk membuat paguyuban, namun perajin tidak mau. Ini yang membuat kerajinan ban bekas jalan di tempat,” tandasnya.
Kultur masyarakat di desa itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan kerajinan itu. Mereka hanya berpikir mencukupi kebutuhan hari ini saja. Mereka tidak  berpikir bisa mengembangkan kerajinan ban bekas. 

”Sejak setahun ini, kami mulai membangkitkan warga dengan membuat kelompok belajar. Modalnya bantuan Provinsi Jawa Tengah melalui Program Desa Vokasi,” ungkap Slamet. Program yang ditujukan untuk pemuda itu dinilai berhasil membuat kerajinan ban bekas sedikit berkembang. Para pemuda mulai berinovasi membuat kerajinan dari ban bekas. Pihak desa juga berupaya mendukung pemasaran kerajinan dari ban bekas. Setiap tahun dipamerkan di Hari Jadi Kabupaten Tegal. 

Bupati Tegal Agus Riyanto berharap proses kreativitas dan inovasi perajin lebih ditingkatkan. Kondisi itu akan membuat perajin bisa bertahan terhadap persaingan yang kian ketat. ”Kami sudah berupaya memberikan pembinaan agar para perajin kreatif dan inovatif,” katanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar